Kamis, 27 Januari 2011

Najis......

NAJIS:
Najis dari segi perspektif Islam boleh didefinasikan kepada tiap-tiap benda yang kotor iaitu tidak sah solat sekiranya hadir pada badan, pakaian dan tempat ia mengerjakan solat.

Kejadian Najis terbahagi tiga
a. Keluar dari Qubul atau Dubur dalam keadaan cair atau lembut.
§ Contoh najis yang keluar daripada qubul atau dubur :
1. Tahi
2. Air kencing
3. Air mani anjing/babi atau keturunannya.
b. Keluar daripada saluran lain.
§ Contoh najis yang keluar daripada saluran lain :
1. Muntah
2. Air liur basi
c. Benda-benda lain yang telah ditetapkan.
§ Contoh najis yang telah ditetapkan hukumnya :
1. Darah
2. Nanah
3. Danur
4. Susu binatang yang tidak boleh dimakan
5. Arak
6. Tiap-tiap benda yang cair dan memabukkan (bukan jenis beku dan keras)
7. Anjing dan semua keturunannya
8. Babi dan semua keturunannya
9. Semua jenis bangkai


Bangkai-Bangkai yang tidak najis
1. Bangkai Manusia
2. Bangkai Ikan
3. Bangkai Belalang
Bahagian-bahagian najis
Terbahagi kepada tiga jenis iaitu najis mughallazah (najis berat) najis mukhaffafah (najis ringan), dan najis mutawassitah (najis sederhana).
Najis Mughallazah (Berat)
Najis mughallazah ialah najis berat. Najis ini terdiri daripada anjing dan babi serta benda-benda yang terjadi daripadanya. Cara menyucikan najis mughallazah:
1. Bersihkan bahagian yang terkena najis.
2. Basuh sebanyak tujuh kali. Sekali daripadanya mesti menggunakan tanah bersih yang dicampur dengan air.
3. Gunakan air mutlak untuk membuat basuhan seterusnya (sebanyak enam kali) sehingga hilang bau, warna dan rasa.
Merujuk kepada Keputusan Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan 2004-2007 Hukum Melakukan Samak terhadap Najis Mughallazah Menggunakan Sabun Tanah Liat adalah dibolehkan (Muzakarah ke 76 pada 21-23 November 2006) ianya seperti yang tercatat dalam teks keputusan berikut:
"Sabun yang mengandungi unsur tanah liat boleh digunakan untuk melakukan samak najis mughallazah dengan syarat tanah tersebut suci dan peratusan kandungan tanah dalam sabun melebihi daripada bahan-bahan yang lain serta kaedah samak tersebut dilakukan mengikut syarak."
Najis Mukhaffafah (Ringan)
Najis mukhaffafah ialah najis ringan. Najis mukhaffafah ialah air kencing kanak-kanak lelaki berusia di bawah dua tahun yang tidak makan atau minum sesuatu yang lain selain susu ibu. Cara menyucikan najis mukhaffafah:
1. Basuh bahagian yang terkena najis dan lap.
2. Percikkan air di tempat yang terkena najis.
3. Lap dengan kain bersih sehingga kering.

Najis Mutawassitah (Pertengahan)
Najis mutawassitah ialah najis sederhana, iaitu segala sesuatu yang keluar dari dubur/qubul manusia atau binatang, cecair yang memabukkan, bangkai (kecuali bangkai manusia, ikandan belalang), serta susu, tulang dan bulu dari haiwan yang haram dimakan. Najis mutawassitah terbahagi dua iaitu: "Najis Ainiyah" yaitu najis yang berwujud (tampak dan dapat dilihat), misalnya kotoran manusia atau binatang; dan "Najis Hukmiyah" iaitu najis yang tidak berwujud (tidak tampak dan tidak terlihat), seperti air kencing yang kering. Cara menyucikan najis mutawassitah:
1. Basuh dengan menggunakan air bersih hingga hilang warna, bau dan rasa najis tersebut.
2. Basuh sehingga tiga kali dengan air mutlak.

Najis-najis lain
Selain tiga jenis najis di atas, masih terdapat satu najis lagi iaitu "Najis Ma'fu" (najis yang dima'afkan), contohnya nanah atau darah yang cuma sedikit, debu atau air kotor yang memercik sedikit dan sulit dihindarkan.
Mengenai basuhan
Cara Membasuh Yang Betul
§ Membasuh semua benda-benda yang najis ialah dengan cara dijirus atau dilalukan air padanya.
Cara Membasuh Yang Salah
§ Sediakan satu bekas air mutlak yang sedikit.
§ Celupkan benda yang najis itu berkali-kali di dalamnya seperti membasuh ikan atau daging dan sebagainya.
----------------------------------------------------------

Pengertian Thaharah, Hadats, Najis dan Kotoran

Pengertian Thaharah
Secara bahasa, thaharah artinya membersihkan kotoran, baik kotoran yang berwujud maupun kotoran yang tidak berwujud.
Adapun secara istilah, thaharah artinya menghilangkan hadats, najis, dan kotoran dengan air atau tanah yang bersih. Dengan demikian, thaharah adalah menghilangkan kotoran yang masih melekat di badan yang membuat tidak sahnya shalat dan ibadah lain. [Lihat Ibnu Qudamah, Al_Mughni (I/12) dan kitab Taudhih Al_Ahkam karya Abdullah Al_Bassam (I/87)]

Pengertian Hadats
Hadats secara etimologi (bahasa), artinya tidak suci atau keadaan badan tidak suci – jadi tidak boleh shalat. Adapun menurut terminologi (istilah) Islam, hadats adalah keadaan badan yang tidak suci atau kotor dan dapat dihilangkan dengan cara berwudhu, mandi wajib, dan tayamum. Dengan demikian, dalam kondisi seperti ini dilarang (tidak sah) untuk mengerjakan ibadah yang menuntut keadaan badan bersih dari hadats dan najis, seperti shalat, thawaf, ’itikaf.
Pengertian Kotoran dan Najis
Kotoran berasal dari kata kotor, artinya tidak bersih, seperti pakaian yang kena keringat. Adapun najis adalah sesuatu yang keluar dari dalam tubuh manusia atau hewan seperti air kencing, kotoran manusia atau kotoran hewan. Dengan demikian, kesimpulan sementara adalah kotor belum tentu najis, sedangkan barang yang terkena najis pasti kotor. [Lihat Nor Hadi, Ayo Memahami Fiqih untuk MTs/SMP Islam Kelas VII, (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2008), hal. 5]
Dengan demikian, jelaslah bahwa pakaian yang kotor karena terkena keringat dapat dipakai untuk shalat dan sah shalatnya. Akan tetapi, baju yang bersih walaupun belum dipakai namun telah terkena najis, lalu dipakai shalat, maka shalatnya tidak sah.

Perbedaan Hadats dan Najis
Tanya:
jelaskan perbedaan hadast dan najis
Jawab:
Hadats adalah sebuah hukum yang ditujukan pada tubuh seseorang dimana karena hukum tersebut dia tidak boleh mengerjakan shalat.  Dia terbagi menjadi dua: Hadats akbar yaitu hadats yang hanya bisa diangkat dengan mandi junub, dan hadats ashghar yaitu yang cukup diangkat dengan berwudhu atau yang biasa dikenal dengan nama ‘pembatal wudhu’.
Adapun najis maka dia adalah semua perkara yang kotor dari kacamata syariat, karenanya tidak semua hal yang kotor di mata manusia langsung dikatakan najis, karena najis hanyalah yang dianggap kotor oleh syariat. Misalnya tanah atau lumpur itu kotor di mata manusia, akan tetapi dia bukan najis karena tidak dianggap kotor oleh syariat, bahkan tanah merupakan salah satu alat bersuci.
Najis terbagi menjadi tiga:
1.    Najis maknawiah, misalnya kekafiran. Karenanya Allah berfirman, “Orang-orang musyrik itu adalah najis,” yakni bukan tubuhnya yang najis akan tetapi kekafirannya.
2.    Najis ainiah, yaitu semua benda yang asalnya adalah najis. Misalnya: Kotoran dan kencing manusia dan seterusnya.
3.    Najis hukmiah, yaitu benda yang asalnya suci tapi menjadi najis karena dia terkena najis. Misalnya: Sandal yang terkena kotoran manusia, baju yang terkena haid atau kencing bayi, dan seterusnya.
Dari perbedaan di atas kita bisa melihat bahwa hadats adalah sebuah hukum atau keadaan, sementara najis adalah benda atau zat. Misalnya: Buang air besar adalah hadats dan kotoran yang keluar adalah najis, buang air kecil adalah hadats dan kencingnya adalah najis, keluar darah haid adalah hadats dan darah haidnya adalah najis.
Kemudian yang penting untuk diketahui adalah bahwa tidak ada korelasi antara hadats dan najis, dalam artian tidak semua hadats adalah najis demikian pula sebaliknya tidak semua najis adalah hadats.
Contoh hadats yang bukan najis adalah mani dan kentut. Keluarnya mani adalah hadats yang mengharuskan seseorang mandi akan tetapi dia sendiri bukan najis karena Nabi -alaihishshalatu wassalam- pernah shalat dengan memakai pakaian yang terkena mani, sebagaimana disebutkan dalam hadits Aisyah. Demikian pula buang angin adalan hadats yang mengharuskan wudhu akan tetapi anginnya bukanlah najis, karena seandainya dia najis maka tentunya seseorang harus mengganti pakaiannya setiap kali dia buang angin.
Contoh yang najis tapi bukan hadats adalah bangkai. Dia najis tapi tidak membatalkan wudhu ketika menyentuhnya dan tidak pula membatalkan wudhu ketika memakannya, walaupun tentunya memakannya adalah haram.
Jadi, yang membatalkan thaharah hanyalah hadats dan bukan najis.
Karenanya jika seseorang sudah berwudhu lalu dia buang air maka wudhunya batal, akan tetapi jika setelah dia berwudhu lalu menginjak kencing maka tidak membatalkan wudhunya, dia hanya harus mencucinya lalu pergi shalat tanpa perlu mengulangi wudhu, dan demikian seterusnya.
Kemudian di antara perbedaan antara hadats dan najis adalah bahwa hadats membatalkan shalat sementara najis tidak membatalkannya. Hal itu karena bersih dari hadats adalah syarat syah shalat sementara bersih dari najis adalah syarat wajib shalat. Dengan dalil hadits Abu Said Al-Khudri dimana tatkala Nabi -alaihishshalatu wassalam- sedang mengimami shalat, Jibril memberitahu beliau bahwa di bawah sandal beliau adalah najis. Maka beliau segera melepaskan kedua sandalnya -sementara beliau sedang shalat- lalu meneruskan shalatnya. Seandainya najis membatalkan shalat tentunya beliau harus mengulangi dari awal shalat karena rakaat sebelumnya batal. Tapi tatkala beliau melanjutkan shalatnya, itu menunjukkan rakaat sebelumnya tidak batal karena najis yang ada di sandal beliau. Jadi orang yang shalat dengan membawa najis maka shalatnya tidak batal, akan tetapi dia berdoa kalau dia sengaja dan tidak berdosa kalau tidak tahu atau tidak sengaja.

Kesimpulan:
Dari uraian di atas kita bisa memetik beberapa perbedaan antara hadats dan najis di kalangan fuqaha` yaitu:
1.    Hadats adalah hukum atau keadaan, sementara najis adalah zat atau benda.
2.    Hadats membatalkan wudhu sementara najis tidak.
3.    Hadats membatalkan shalat sementara najis tidak.
4.    Hadats diangkat dengan bersuci (wudhu, mandi, tayammum), sementara najis dihilangkan cukup dengan dicuci sampai hilang zatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar